13 Oktober 2008

Celoteh anak Cucuku nanti


sesegera mungkin aku meraih selimut, karena dingin malam itu mulai mengusik persendian tulang. pagar alam malam itu tampak sunyi, gemericik hujan memberikan nada ketika jatuh ke atap tempat kami bermalam. jagung rebus, kacang rebus, serta kopi hangat membuat obrolan bertambah meriah saja. " ini kopi asli " ucap Bapak yang punya rumah. hirup demi hirup kopi hangat yang kami teguk terselingi dengan raungan knalpot sepeda motor anak-anak setempat yang memusingkan telinga memekakkan kepala tak jarang terdengar celoteh kotor dari kami. kembali menyeruput kopi.


pemantik api menyala, tembakau terhisap ke dalam paru-paru. lalu obrolanpun dimulai. masing -masing kami bercerita tentang pengalaman masing-masing. tak lama kemudian seorang teman mengeluarkan bungkusan plastik berisikan kue. bingkisan dari istri katanya. satu persatu kue kami amati. lalu masing-masing tersenyum ketika melihat kue satu. seakan tersibak semua kenangan pada masing-masing kami. ya kenangan dengan kue satu.

dari kecil hingga sekarang kue itu tetap satu, tak pernah menjadi kue dua. senyum renyah terselipkan disela-sela gigitan diiringi hirupan kopi yang mulai sedikit dingin.


jadi ingat tentang hidangan lama yang kerap kali ada di setiap hajatan jaman dulu, ketika masih anak-anak. sagon namanya. tampak simpel dan sederhana karena terbuat dari tepung beras dan kelapa goreng. dulu sering di jual di warung-warung kaki lima seberang SD. Ketika istirahat sering sekali mengkonsumsinya. walau tak membuat kenyang tapi yag pasti menggoreskan kenangan.


malam itu masing-masing dari kami seakan punya memori - memori tersendiri. ketika bercerita tentang sagon dan kue satu. kemudian kenangan-kenangan akan hal lain jadi teringat. ingat akan Kunang-kunang, ingat kupu-kupu, Ingat pelangi. dulu ketika maghrib bersiap pergi kunang-kunang hadir memberikan hijau pada hitamnya malam. dulu ketika hujan berhenti dan panas mulai hadir tampak pelangi melengkung berwarna-warni. bahagia rasanya menjadi anak-anak pada waktu itu. kunang-kunang, kupu-kupu, pelangi seperti menjadi harta warisan masa kecil.


kini, Kunang-kunang serta pelangi tak pernah lagi hadir ketika sagon dan kue satu dinikmati selesai mandi. entah mengapa zaman menjadi berubah seperti ini. memang perubahan harus terjadi dan zaman tak pernah bisa dilawan untuk bermetamorfosa. saya menjadi takut, jangan-jangan nanti anak dan cucuku tak pernah tahu bagaimana rupa si belalang apalagi menggambarkan pelangi. namun berceloteh "Pok ame-ame Belalang Kupu-kupu..". "Pelangi-pelangi alangkah Indahmu.."


kopi mulai dingin, tembakau masih saja terbakar dikatupan bibir.

2 komentar:

Mas Komandan mengatakan...

Jadi ikut gladiannya Mas?

~Srex~ mengatakan...

Halo apa kabar?
Bermental baja juga kan? Salam kenal deh...